Selasa, 11 Oktober 2011

KONSTRUKTIVISTIK DAN OPTIMALISASI DALAM PEMBELAJARAN


I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Makalah ini disusun sebagai bagian tugas perkuliahan pada mata kuliah Wawasan Pendidikan tentang Konstruktivistik dan Optimalisasi dalam pembelajaran.
Materi makalah ini ditentukan secara acak berdasarkan bagian masing masing dengan harapan tiap-tiap materi dapat dipahami secara mendalam dan merata.
Makalah ini terdiri dari bagian pendahuluan , isi dan penutup, yang dalam penyajiannya tentu saja masih banyak kekurangan, oleh karena itu besar harapan saya atas kritik dan saran yang tujuannya untuk memperbaiki tulisan ini agar bermanfaat bagi siapa saja yang membaca.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
-          Apakah makna konstruktivistik dalam pembelajaran?
-          Bagaimana penerapan dan optimalisasi konstruktivistik dalam pembelajaran?

C.    Tujuan
Makalah bertema konstruktivistik dan optimalisasi dalam pembelajaran ini ditulis dengan tujuan untuk:
-          Mengetahui  dan memahami makna konstruktivistik dalam pembelajaran?
-          Mengetahui bagaimana penerapan dan optimalisasi konstruktivistik dalam pembelajaran?

II.                PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A.       Kajian Pustaka

Pada era modern saat ini kebutuhan akan pendidikan sangat dikedepankan, tetapi persoalan pendidikan menjadi bagian penting dalam pengembangan kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan.
Pendidikan yang maju merupakan salah satu indikator negara maju. Berbagai system pendidikan bisa diterapkan , meskipun harus ditunjang dengan biaya yang mahal, tetapi di negara berkembang seperti di Indonesia adopsi system pendidikan, yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan sering kali mengalami kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut bisa secara internal maupun eksternal. Kesulitan Internal berasal dari individu pribadi baik siswa, orangtua maupun pendidik yang tidak mau diajak berkembang, sedangkan kesulitan eksternal antara lain berasal dari biaya penerapan system pendidikan, strategi pendidikan dan sebagainya.
Beberapa hal yang sifatnya negative di dunia pendidikan yang bersumber pada paradigma sentralisasi, diantaranya adalah penggunaan pakaian seragam, kurikulum yang seragam, penggunaan strategi pembelajaran, penggunaan buku sumber bahkan evaluasi yang seragam, penyeragaman ini ditujukan untuk menghindari adanya keragaman, sehingga anak-anak  Indonesia terbentuk menjadi pribadi yang menghargai kesamaan dan sulit menghargai perbedaan, bahkan perbedaan dianggap sebagai suatu kesalahan yang harus diberikan sanksi dan hukuman. Dengan demikian untuk mewujudkan manusia yang matang maka siswa tidak hanya dilatih tetapi juga didik untuk realistik, mengakui multi-dimensional, tidak seragam, menghayati perbedaan dan saling melengkapi kekurangan demi mewujudkan persaudaraan sehat, menghargai hak dan kewajiban social yang baik.
Dengan adanya berbagai system pendidikan, teori belajar dan pembelajaran  seperti behavioristik, koqnitif, konstruktivistik, humanistic, sibernetik, revolusisosiokultural, dan kecerdasan ganda, penting untuk dimengerti dan diterapkan sesuai kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi. Masing-masing teori memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi pendidik yang professional akan dapat tepat memilihi teori mana yang tepat sesuai karakteristik materi pelajaran tertentu.
Ciri-ciri siswa dan kondisi lingkungan serta sarana dan prasarana yang ada, semuanya itu bertujuan memperoleh hasil dari proses belajar mengajar yang maksimal.
Kajian Teori belajar konstruktivistik dan optimalisasi dalam pembelajaran meliputi beberapa hal antara lain:
1.      Karakteristik manusia masa depan yang diharapkan.
2.      Konstruksi Pengetahuan
3.      Proses belajar menurut teori konstruktivistik
4.      Perbandingan pembelajaran tradisional (behavioristik) dan pembelajaran konstruktivistik
5.      Penerapan dan optimalisasi konstruktivistik dalam pembelajaran

1.      Karakteristik manusia masa depan yang diharapkan.

Manusia masa depan yang diharapkan merupakan manusia yang mempunyai karakteristik. Karakteristik manusia masa depan  yang diharapkan tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab  terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan suatu proses belajar terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri melalui proses (to) learn to be (Asri Budiningsih, 2008) . Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990).
Kepekaan berarti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikir maupun kemudahan-tersentuhan hati nurani dalam meluhat dan merasakan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan orang lain sampai dengan kepetingan lingkungan. Kemandirian berarti kemampuan menilai proses dan hasil berpikir dari orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan kebenaran. Tanggung jawab berarti kesediaan  untuk menerima segala konsekuensi keputusan serta tindakan sendiri. Kolaborasi berarti mampu berbuat yang terbaik untuk dirinya sendiri, individu dengan cirri-ciri di atas akan mampu bekerja sama dengan individu lainnya dalam meningkatkan mutu kehidupan bersama.
Hal yang menjadi point perwujudan tujuan di atas adalah adanya layanan ahli kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau pendekatan cara belajar siswa aktif dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang mengakui sentralitas peranan siswa dalam proses belajar mengajar merupakan landasan penting bagi terbentuknya manusia-manusia berkarakteristik yang diharapkan.

2.  Konstruksi Pengetahuan
Pengetahuan dalam pendekatan konstruktivistik merupakan suatu pembentukan yang terus menerus dilakukan oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru, pengetahuan bukan merupakan fakta yang dipelajari melainkan konstuksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman maupun lingkungan. Jika guru ingin menstransfer konsep, ide dan pengetahuan tentang segala sesuatu kepada siswa, maka pentransferan akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.
Proses mengkonstruksi pengetahuan adalah melelui indera, inretaksi dengan obyek dan lingkungan, sehingga pemahaman akan obyek dan lingkungan akan meningkat dan lebih rinci.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses konstruksi pengetahuan adalah:
-          Konstruksi pengetahuan yang telah ada
-          Domain pengalaman
-          Jaringan struktur kognitif yang dimiliki

3.         Proses Belajar menurut Teori Konstruktivistik
-          Proses belajar konstruktivistik
secara konseptual, jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi secara langsung dari luar tetapi pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya.melalui proses asimilasi dan akomodasi yang berakhir pada pemutakhiran struktur kognitifnya.
-          Peranan siswa
Siswa harus aktif melakukan kegiatan, berpikir, menyusun konsep dan member makna pada hal-hal yang dipelajari.
-          Peranan Guru
Guru tidak mentranfer pengetahuan tetapi membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri.

Peranan kunci guru yaitu:
a.       Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
b.      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan  siswa
c.       Menyediakan system dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
-          Sarana Belajar
Segala sarana prasarana yang mendukung proses belajar mengajar seperti: bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas  lainnya harus tersedia.
-          Evaluasi Belajar
Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir lebih tinggi, juga mengkonstruksi pengalaman siswa dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif.

4.      Perbandingan pembelajaran konstruktivistik dan pembelajaran tradisional (behavioristik)
Perbedaan karakteristik antara pembelajaran  konstruktivistik dan pembelajaran behavioristik yang dikemukakan oleh Degeng dapat dilihat pada table-tabel berikut.
Table 1
Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan pembelajaran.
Konstruktivistik
Behavioristik
Pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan.
Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Si belajar akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh si belajar. 
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik. 
Fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.

Table 2
Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang
 Penataan Lingkungan Belajar                           
Konstruktivistik
Behavioristik
Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan,
Keteraturan, kepastian, ketertiban
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungnya belajar.
Si belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar.
Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan.
Control belajar dipegang oleh si belajar.
Control belajar dipegang oleh system yang berada di luar diri si belajar.

Table 3
Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Tujuan Pembelajaran
Konstruktivistik
Behavioristik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn)
Tujuan belajar ditekankan pada penambahan pengetahuan.

Tabel 4
Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Strategi Pembelajaran
Konstruktivistik
Behavioristik
Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.

Pembelajaran menekankan pada proses.
Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-ke-keseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat.


Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks.

Pembelajaran menekankan pada hasil 

Tabel 5
Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi
Konstruktivistik
Behavioristik
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. evaluasi menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan ‘paper and pencil test’



Evaluasi yang menuntu satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar telah menyelesaikan tugas belajar.

Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasnaya dilakukan setelah kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individual.

5.         Penerapan dan Optimalisasi Pembelajaran Konstruktivisme
1. Discovery Learning
Dalam model ini, siswa didorong untuk belajar sendiri, belajar aktif melalui konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru sebagai motivatornya.
a. Pertama, guru mengidentifikasi kurikulum. Selanjutnya memandu pertanyaan, menyuguhkan teka-teki, dan menguraikan berbagai permasalahan.
b. Kedua, pertanyaan yang fokus harus dipilih untuk memandu siswa ke arah pemahaman yang bermakna. Siswa lalu memformulasikan jawaban sementara (hipotesis).
c. Ketiga, mengumpulkan data dari berbagai sumber yang relevan, dan menguji hipotesis.
d. Keempat, siswa membentuk konsep dan prinsip.
e. Kelima, guru memandu proses berfikir dan diskusi siswa, untuk mengambil keputusan.
f. Keenam, merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan masalah.
Proses ini mengajarkan siswa untuk memahami isi dan proses dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, siswa belajar menyelesaikan masalah, mengevaluasi solusi, dan berfikir logis.
2. Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam model ini, siswa dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk mereka. Persoalan sesungguhnya dari pembelajaran berbasis masalah adalah menyangkut masalah nyata, aksi siswa, dan kolaborasi diantara mereka untuk menyelesaikan masalah.
a. Pertama, guru memotivasi diri siswa, dan mengarahkannya kepada permasalahan.
b. Kedua, guru membantu siswa dengan memberi petunjuk tentang literatur yang terkait masalah, dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membuat kelompok kerja.
c. Ketiga, guru menyemangati siswa untuk mencari lebih banyak literatur, melakukan percobaan, membuat penjelasan untuk menemukan solusi. Setelah itu, secara mandiri, kelompok kerja siswa melakukan penyelidikkan.
d. Keempat, kelompok kerja siswa mempresentasikan hasil temuannya, baik itu berupa laporan, video, model, dan dibantu guru dalam mendiskusikannya.
e. Kelima, kelompok kerja siswa menganalisis, dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Pada bagian ini pula, guru membantu siswa dalam merefleksikannya.
Pada model ini, guru dan siswa bersama-sama dalam proses, sesuai dengan porsinya. Mereka bersama-sama untuk mengkaji, membaca, menulis, meneliti, berbicara, guna menuju pada penyelesaian masalah selayaknya dalam kehidupan yang nyata.
Tidak ada satupun teori tunggal konstruktivisme, begitupula tidak ada satu-satunya model pembelajaran sebagai penerapan konstruktivisme. Tetapi meskipun demikian banyak dari kaum konstruktivis, merekomendasikan kepada pendidik bahwa :

1. Pembelajaran melekat dalam lingkungan belajar yang kompleks, realistis, dan relevan.
2. Menyediakan negosiasi sosial, dan tanggungjawab bersama sebagai bagian dari pembelajaran.
3. Mendukung pandangan beragam dan menggunakan representasi yang juga beragam terhadap isi yang dipelajari.
4. Meningkatkan kesadaran diri dan pengertian bahwa pengetahuan itu dibangun,
5. Mendorong kesadaran dalam pembelajaran.


BAB III
PENUTUP

Dari uraian di atas, ternyata alternative pembelajaran konstruktivisme dapat di jadikan sebagai upaya meningkatkankan kualitas siswa dalam pembelajaran, karena dengan pendekatan ini kita lebih menghargai perbedaan, keberagaman dan keunikan setiap individu dalam menerima dan memaknai pengetahuan.
Dengan pendekatan pembelajaran konstruktivistik ini siswa dibebaskan dari belenggu kurikulum, memberikan kesempatan siswa mengemukakan ide-idenya, memotivasi siswa membuat hubungan diantara ide kemudian menformulasikan ide-ide untuk membuat kesimpulan. Guru bersama siswa mampu mengubah pandangan bahwa kebenaran datangnya dari berbagai interpretasi, dan yang terpenting segala hal yang kita dapatkan , baik pengetahuan, fakta dan lain sebagainya berasal dari sebuah proses pembelajaran, pemahaman dan pemaknaan, bukan sekedar mentransfer dan memindahkan pengetahuan.


DAFTAR REFERENSI

1.        Degeng N.S., 1997. Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik : Pemecahan Masalah Belajar Abad XXI. Malang : Makalah Seminar TEP
2.        Budiningsih, Asri. C. 2008 Belajar dan Pembelajaran. Edisi Pertama. Jakarta: PT Rineka Cipta.
3.        Rujukan dari internet tentang model Pembelajaran konstruktivistik oleh Dina Gasong (PPs UNJ) dan Venty (UM)

contoh proposal tesis

Pengaruh Kemampuan Mengajar Guru, Kelengkapan Peralatan Praktik, dan Motivasi Berprestasi terhadap Pencapaian Kompetensi Pengujian Mutu  di SMK Program Keahlian Agribisnis Hasil Pertanian Se-Malang Raya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sangat dibutuhkan di era global ini. Sumber daya manusia tersebut harus memiliki kompetensi tertentu agar bisa beradaptasi dengan kondisi yang ada di lapangan, kompetensi yang dimiliki bisa dibidang komunikasi, teknologi, pertanian dan lain-lain.  Untuk memenuhi kebu­tuh­an akan SDM di atas, pemerintah mulai membuka sekolah mene­ngah kejuruan (SMK) di berbagai bidang. Kearah depan ternyata SMK tumbuh dengan pesat, karena banyak kesempatan menanti di dunia kerja. Sekolah Menengah Kejuruan pada bidang pertanian juga punya potensi besar untuk tumbuh pesat. Hal ini dilatarbelakangi oleh kesempatan masuk di  dunia kerja/dunia industri (Du/Di)  yang sangat besar dan menjanjikan.
Program keahlian yang terdapat pada SMK Pertanian dan banyak diminati siswa adalah Agribisnis Hasil Pertanian. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan SMK di bidang tersebut, diharapkan peningkatan kualitas lulusannya. Namun kenyataan yang ada hal tersebut masih jauh dari ha­rap­an. Hal ini dapat ditunjukkan oleh pencapaian kompetensi lulusan Program Keahlian Pertanian yang belum optimal.
Belum optimal tercapainya kompetensi lulusan tersebut dikarenakan banyak hal antara lain, kompetensi guru, kemampuan mengajar guru,  input siswa, ketersediaan alat praktik, motivasi berprestasi siswa dan lain-lain yang masih belum memadai. Banyak sekolah yang sudah melakukan minimalisasi kendala-kendala di atas, namun kenyataannya masalah tersebut masih belum tertuntaskan.
1.2.Identifikasi Masalah
Pada proses belajar mengajar, guru disamping mengemban tugas-tugas utamanya, juga harus memiliki dan selalu mengembangkan ketrampilan dan kecakapan khusus dalam memberikan pemahaman pada para siswa-siswi SMK, sehingga siswa dapat termotivasi, menyenangi, dan memiliki minat yang  tinggi terhadap mata pelajaran guru yang mengampu pelajaran tersebut. Kemampuan seorang guru dalam menyampaikan pelajaran yang diampunya dapat memberikan bekal kemampuan dasar pada siswa, secara umum di bidang pertanian, khususnya kompetensi Pengujian mutu.
Mengingat peran dan tugas mengajar guru SMK yang besar dan berat, maka guru SMK seharusnya memiliki kompetensi atau kemampuan dasar yang memadai serta mempunyai tingkat profesionalisme yang tinggi. Gambaran atau profil kemampuan dasar mengajar yang seharusnya
dimiliki oleh seorang guru SMK dapat dilihat dari keinginan guru itu sendiri dalam menyampaikan materi pelajaran yang diampunya dan mengembangkan bidang keahliannya. Apakah penyampaian materi yang selama ini disampaikan sudah sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, Apakah cara mengajar guru sudah baik sehingga siswa bisa menerima pelajaran dengan baik dan lain sebagainya.
Ketersediaan alat praktik yang lengkap sangat membantu peningkatan kompetensi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan kompetensi lulusan. Sekolah yang memiliki ruang/laboratorium akan memiliki ruang yang berfungsi sebagai ruang tempat peserta didik menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan keahlian melalui praktik, latihan, penelitian, percobaan. Ketersediaan ruang juga harus diikuti dengan kelengkapan peralatan yang ada di dalamnya, karena alat-alat praktek yang lengkap dalam suatu sekolah mempunyai peran penting dalam terlaksananya proses pendidikan yang secara menyeluruh. Tetapi banyak sekolah-sekolah yang tidak memiliki peralatan praktik lengkap, hal ini bisa terjadi karena kondisi sekolahnya kecil sehingga kurang mendapat perhatian pemerintah, sekolah baru berdiri, sehingga bantuan pemerintah berupa peralatan praktik belum terakomodir atau bisa juga karena peralatan terlalu mahal, sehingga sekolah tidak dapat merealisasikan, dan lain-lain.
Kehidupan manusia begitu kompleks, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dituntut untuk mengikuti perkembangan tersebut. Hal ini erat hubungannya dengan masalah pendidikan dan pengajaran. Dalam mencapai tujuan pendidikan atau pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam pembelajaran, yang salah satunya, tujuan pembelajaran akan dapat tercapai apabila si pebelajar memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menyaksikan anak-anak yang begitu aktif dan penuh vitalitas dalam belajar, ada yang intensitas dan gairah belajarnya tinggi, ada yang sedang, tetapi ada juga yang kurang. Ternyata semua itu tidak terlepas dari motivasi belajar dan motivasi berprestasi. Faktor-faktor yang membentuk besar kecilnya atau tinggi-rendahnya motivasi berprestasi pada diri seseorang dipengaruhi banyak hal. Terbentuknya motivasi berprestasi amatlah kompleks, sekomplek perkembangan kepribadian manusia. Motivasi ini tidak lepas dari perkembangan kepribadian tersebut, dan tidak pernah berkembang dalam kondisi vakum. Seperti kita ketahui, betapa besarnya peranan kehidupan keluarga dalam perkembangan kepribadian individu. Hubungan orang tua-anak sedikit demi sedikit menampakan pola-pola kepribadian dan kemudian berkembang dengan segala karakteristiknya mencakup sikap, kebiasaan, cara berfikir, motif-motif, dan sebagainya.

Bertolak dari hal tersebut di atas maka kami mengangkat masalah dalam penelitian ini tentang Pengaruh Kemampuan Mengajar Guru, Kelengkapan Peralatan Praktik, dan Motivasi Berprestasi terhadap Pencapaian Kompetensi Pengujian Mutu  di SMK Program Keahlian Agribisnis Hasil Pertanian Se-Malang Raya.

 

1.3.Batasan Masalah
Isi dan bahasan pada penelitian ini adalah:
1.3.1.            Penelitian dilakukan di beberapa SMK pertanian yang memiliki program keahlian Agribisnis Hasil Pertanian se-Malang Raya (Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kotamadya Malang)
1.3.2.           Variabel yang diteliti meliputi:
-          Variabel independen : kemampuan mengajar guru, kelengkapan alat praktik dan motivasi berprestasi
-          Variabel dependen : Pencapaian kompetensi pengujian mutu
1.4. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka  rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.4.1.      Adakah pengaruh kemampuan mengajar guru terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu
1.4.2.      Adakah pengaruh kelengkapan alat praktik terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu
1.4.3.      Adakah pengaruh motivasi berprestasi guru terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu
1.4.4.      Adakah pengaruh kemampuan mengajar guru, kelengkapan alat praktik dan motivasi berprestasi terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu

1.5. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut maka dalam penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1.5.1.      Untuk mengetahui pengaruh kemampuan mengajar guru terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu
1.5.2.      Untuk mengetahui pengaruh kelengkapan alat praktik terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu
1.5.3.      Untuk mengetahui pengaruh motivasi berprestasi terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu
1.5.4.      Untuk mengetahui pengaruh kemampuan mengajar guru, kelengkapan alat praktik dan motivasi berprestasi terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu

1.6. Manfaat Penelitian

Temuan-temuan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat teoritis :
a. Apabila ditemukan pengaruh antara kemampuan mengajar guru,   kelengkapan  alat praktik dan motivasi berprestasi siswa terhadap peningkatan pencapaian kompetensi  pengujian mutu di  SMK  Negeri  Program  Keahlian  Agribisnis  Hasil  Pertanian   Se-Malang   Raya,    akan merupakan temuan untuk menambah khasanah dunia ilmu.
b. Merupakan langkah awal untuk penelitian selanjutnya tentang
kemampuan mengajar guru, kelengkapan   alat   praktik     dan    motivasi     berprestasi  terhadap peningkatan pencapaian kompetensi pengujian mutu.

2.                  Manfaat praktis :
a. Bagi guru

-            Bagi guru   bidang     studi     dapat    meningkatkan  kualitas  dan   kemampuan 

             mengajarnya.

-            Bagi  guru BK   dapat     menumbuhkan   motivasi   belajar s iswa dan motivasi

            berprestasi siswa.

b. Bagi siswa : Menyadari   betapa   pentingnya   motivasi belajar dan motivasi untuk berprestasi agar tercapai kompetensi yang dibutuhkan dalam pendidikannya.
c. Bagi Sekolah
Dapat merekomendasikan dan    memfasilitasi    tentang      pentingnya     kemampuan mengajar guru,   kelengkapan   alat   praktik   dan   motivasi    berprestasi siswa dalam pencapaian kompetensi.









BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN  PENGAJUAN HIPOTESIS

2.1. DESKRIPSI TEORI


2.2. KERANGKA BERFIKIR
Jika kemampuan mengajar guru bagus, alat praktik tersedia dan lengkap, motivasi berprestasi siswa tinggi, maka pencapaian kompetensi pengujian mutu juga akan bagus.
2.3. HIPOTESIS
2.3.1.      Ada pengaruh kemampuan mengajar guru terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu.
2.3.2.      Ada pengaruh kelengkapan alat praktik terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu.
2.3.3.      Ada pengaruh motivasi berprestasi terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu.
2.3.4.      Ada pengaruh kemampuan mengajar guru, kelengkapan alat praktik,  motivasi berprestasi  terhadap pencapaian kompetensi pengujian mutu.


















BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan desain eksperimen Pre-experimental
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi meliputi:
a. Seluruh  SMK jurusan Pertanian program keahlian Agribisnis Hasil Pertanian se-Malang Raya
b. Seluruh guru pengajar SMK jurusan Pertanian pada program keahlian Agribisnis Hasil Pertanian se-Malang Raya
c. Seluruh siswa SMK jurusan Pertanian pada program keahlian Agribisnis Hasil Pertanian se- Malang Raya
3.2.2. Sampel
Karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, sampel yang diambil ada yang dipilih dan ada yang secara acak sebanyak 25 % dari populasi yang diteliti
a.       Sekolah: ada 2 SMK Pertanian yang memiliki Program Keahlian Agribisnis Hasil Pertanian, yaitu SMK N 02 Batu dan SMK N 1 Pujon Kabupaten Malang
b.      Guru : diambil dari guru-guru yang mengajar pada kelas dengan kompetensi Pengujian Mutu
c.       Siswa: diambil dari kelas yang pada waktu penelitian ada Kompetensi Dasar Pengujian Mutu.
3.3. Instrumen Penelitian
Ada empat instrument yang akan dibuat, yaitu:
- instrument untuk mengukur kemampuan mengajar guru
- instrument untuk mengukur kelengkapan fasilitas praktik
- instrument untuk mengukur motivasi berprestasi
- instrument untuk mengukur pencapaian kompetensi pengujian mutu
Instrumen yang digunakan menggunakan skala Likert
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan angket, yaitu kemampuan mengajar guru (X1), kelengkapan fasilitas praktik (X2), motivasi berprestasi (X3), dan pencapaian kompetensi pengujian mutu (Y)
3.5. Teknis Analisa Data
Teknik analisa data menggunakan statistic inferensial parametric, Uji instrumen
validitas menggunakan rumus Spearman Brown dan reliabilitas menggunakan rumus   Alpha dari Cronbach, dan memenuhi syarat valid dan reliabel. Uji hipotesis
menggunakan rumus normalitas, linieritas, Multicollinearity, regresi linier berganda, uji F, dan uji t.